Yang menjadi pertimbangan kenaikan cukai hasil tembakau dan HJE rokok, Dikatakan Menteri Sri Mulyani, adalah pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai.
Saham-saham aneka industri kembali memimpin pelemahan diikuti sektor konsumer, terutama yang bergerak di bidang tembakau menyusul kenaikan cukai rokok.
Petani tembakau meminta Cak Imin untuk menjelaskan pada Presiden Jokowi agar membatalkan kenaikan cukai rokok.
Kebijakan pembatalan ini bertentangan dengan perundang-undangan, di mana UU Cukai mengamatkan kenaikan cukai hingga 57 persen.
Kenaikan cukai tembakau dinilai akan membunuh petani, pekerja dan parbik rokok. Untuk itu, PKB meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani mempertimbangkan rencana kenaikan cukai tembakau sebesar 23 persen untuk tahun anggaran 2020.
Kenaikan cukai rokok yang langsung berlipat-lipat secara drastis dapat membawa efek terhadap membanjirnya rokok ilegal di pasaran yang dapat merugikan negara itu sendiri.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 tentang cukai akan mengancam keberlangsungan industri rokok. Dengan demikian, secara otomatis juga berdampak pada petani tembakau dan cengkeh.
Budidoyo mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar melakukan kolaborasi dan sinergitas dari semua stakeholder perihal isu kebijakan kenaikan cukai 2021.
Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2021 diekspektasikan masih mampu tumbuh hingga 3,8% (yoy). Secara lebih rinci, cukai tembakau ditargetkan naik dari Rp 164,9 triliun ke Rp 172,76 triliun atau naik 4,8%.
Kenaikan cukai IHT pada tahun 2021, yang rata-rata sebesar 12,5 persen pun sangat berdampak pada pekerja IHT.